Monday 6 July 2015

Doa Untuk Malik

Apa yang terjadi belakangan ini dalam hidupku, kenapa bila menatap pemuda itu seperti aku melihat diriku dalam dirinya. Aku sering memanggil pemuda itu dengan Malik. Dia teman kampusku kebetulan dia juga satu fakultas denganku. Nampaknya dia orang bersahaja, pernah sekali dia mengajakku untuk menaiki sepeda keagunganya saat aku berjalan sendiri. Banyak obrolan yang aku lontarkan padanya walau sebenarnya aku merasakan kegugupan yang luar biasa. Nampaknya jiwaku dengannya bersinergi ataukah itu hanya kata hatiku yang berkata demikian. Sudah sekian abad aku tak pernah merasakan perasaan sehebat ini. Perasaan apa yang kian menjalar dalam diriku, benarkah aku mendambakan pemuda ini. Hanya bercengkrama sekali saja dengannya aku merasakan kesenangan yang luar biasa.
Sudah tiga hari aku tak berjumpa dengan Malik, biasanya dari dari sudut-sudut tertentu aku menatapnya dari kejauhan. Ah kali ini tepat di depanku Malik bersama dengan teman-temannya. Segera ku palingkan wajahku denganya seolah aku tak menatapnya walau sebetulnya aku ingin memberikan seutas senyum dan bertegur sapa dengannya.
“Kalau tidak salah, mbaknya yang kemarin ya” sambil menepuk pundaku tanya Malik
Aku benar-benar terbujur kaku saat dia menepuk pundaku dengan sentuhan lembutnya.  
“Ia, benar sekali Mas Malik” jawabku dengan gemetar 
“Kenapa kau berjalan kesana, bukankah kali ini kau satu kelas denganku”
“Oh ia aku lupa, mungkin ini efek dari lapar” jawabku untuk memperjernih suasana.
Untuk pertama kalinya aku berjalan bersama dengannya menuju ruang kelas yang sama denganya. Ku rasakan gairah yang luar biasa saat disampingnya walau bibirku tak berucap hanya keheningan yang menemaniku sepanjang perjalanan dengannya.  
Sepulang dari kampusku aku sedikit lega setidaknya aku berhasil mendapat nomor teleponnya. Kupandangi-pandangi hingga tak jeli-jeli dengan nomor itu. Segera aku menelponnya dengan nomor pribadi. Terdengar kata suara “Hallo ini siapa?” dengan segera kumatikan. Tak mungkin juga aku memilki kemampuan untuk berlamaan ngbrol dengannya, sejujurnya aku senang bisa mendengar suaranya walau sebentar.  
Siang itu diadakan sebuah penglompokan, kebetulan Malik satu kelompok dengannya , dengan segera aku duduk disampingnya. Saat Malik membuka bukunya yang berwarna biru, tak sengaja aku membaca sebuah tulisan yang di ukirnya.
“Aku hanya ingin satu wanita dalam hidupku yang akan kupegang tangannya dan satu wanita yang akan menemaniku hidupku hingga kelak di kemudian hari,aku akan memaksa diriku sendiri untuk tidak jatuh cinta tapi aku ingin membangun cinta, biarlah ku abaikan cinta yang berdatangan dalam hidupku untuk menuju kebersamaan yang indah”
Aku benar-benar takjub dibuat oleh tulisan jemarinya, benar sekali kata Malik tidak boleh jatuh cinta yang benar itu membangun cinta, karena itu lebih indah nan baik. Aku tahu aku benar-benar mendambakan Malik bahkan aku sering memikirkannya daripada dirku sendiri. Oh Malik, aku ingin mengatakan padamu sesungguhnya aku benar-benar mendambakanmu sejak pertama kali berjumpa denganmu, tapi apakah aku tega menghancurkan mimpi indahmu dan apakah kau suka dengan hal ini semua. Barangkali benar mendoakan orang yang kita dambakan itulah cara yang terbaik yang kulakuakn. Semoga engaku selalu bahagia dan sehat disepanjang perjalanan hidupmu Duhai Malik.
“ Hei kenapa kau menangis” tanya Verra
“Oh tidak apa-apa, hanya saja aku teringat dengan keluargaku” jawabku  dengan senyum yang kubuat-buat.
“Ayo dikerjakan bersama-bersama yang semangat ya jangan melamun terus mbaknya” sahut Malik
“Ia Mas Malik, Oke siap”

Sejak kejadian itu, menyadarkan diriku bahwa jatuh cinta itu memang sakit, belum tentu seorang yang selau kita pikirkan memikirkan kita juga. Aku akan berusaha melupakan Malik meski aku tahu aku membutuhkan waktu yang lama untuk melupakanya dan aku tidak bisa menjamin apakah aku sepenuhnya melupakanya. Percayalah padaku Malik masih ada tengadah tanganku untukmu di setiap sujudku pada pemilik bumi Tuhan ini yang agung nan indah.



No comments:

Post a Comment