Apa
yang terjadi belakangan ini dalam hidupku, kenapa bila menatap pemuda itu
seperti aku melihat diriku dalam dirinya. Aku sering memanggil pemuda itu
dengan Malik. Dia teman kampusku kebetulan dia juga satu fakultas denganku.
Nampaknya dia orang bersahaja, pernah sekali dia mengajakku untuk menaiki
sepeda keagunganya saat aku berjalan sendiri. Banyak obrolan yang aku lontarkan
padanya walau sebenarnya aku merasakan kegugupan yang luar biasa. Nampaknya
jiwaku dengannya bersinergi ataukah itu hanya kata hatiku yang berkata
demikian. Sudah sekian abad aku tak pernah merasakan perasaan sehebat ini.
Perasaan apa yang kian menjalar dalam diriku, benarkah aku mendambakan pemuda
ini. Hanya bercengkrama sekali saja dengannya aku merasakan kesenangan yang
luar biasa.
Sudah
tiga hari aku tak berjumpa dengan Malik, biasanya dari dari sudut-sudut
tertentu aku menatapnya dari kejauhan. Ah kali ini tepat di depanku Malik
bersama dengan teman-temannya. Segera ku palingkan wajahku denganya seolah aku
tak menatapnya walau sebetulnya aku ingin memberikan seutas senyum dan bertegur
sapa dengannya.
“Kalau
tidak salah, mbaknya yang kemarin ya” sambil menepuk pundaku tanya Malik
Aku
benar-benar terbujur kaku saat dia menepuk pundaku dengan sentuhan lembutnya.
“Ia,
benar sekali Mas Malik” jawabku dengan gemetar
“Kenapa
kau berjalan kesana, bukankah kali ini kau satu kelas denganku”
“Oh
ia aku lupa, mungkin ini efek dari lapar” jawabku untuk memperjernih suasana.
Untuk
pertama kalinya aku berjalan bersama dengannya menuju ruang kelas yang sama
denganya. Ku rasakan gairah yang luar biasa saat disampingnya walau bibirku tak
berucap hanya keheningan yang menemaniku sepanjang perjalanan dengannya.
Sepulang
dari kampusku aku sedikit lega setidaknya aku berhasil mendapat nomor
teleponnya. Kupandangi-pandangi hingga tak jeli-jeli dengan nomor itu. Segera
aku menelponnya dengan nomor pribadi. Terdengar kata suara “Hallo ini siapa?”
dengan segera kumatikan. Tak mungkin juga aku memilki kemampuan untuk berlamaan
ngbrol dengannya, sejujurnya aku senang bisa mendengar suaranya walau sebentar.
Siang
itu diadakan sebuah penglompokan, kebetulan Malik satu kelompok dengannya ,
dengan segera aku duduk disampingnya. Saat Malik membuka bukunya yang berwarna
biru, tak sengaja aku membaca sebuah tulisan yang di ukirnya.
“Aku
hanya ingin satu wanita dalam hidupku yang akan kupegang tangannya dan satu
wanita yang akan menemaniku hidupku hingga kelak di kemudian hari,aku akan
memaksa diriku sendiri untuk tidak jatuh cinta tapi aku ingin membangun cinta,
biarlah ku abaikan cinta yang berdatangan dalam hidupku untuk menuju
kebersamaan yang indah”
Aku
benar-benar takjub dibuat oleh tulisan jemarinya, benar sekali kata Malik tidak
boleh jatuh cinta yang benar itu membangun cinta, karena itu lebih indah nan
baik. Aku tahu aku benar-benar mendambakan Malik bahkan aku sering
memikirkannya daripada dirku sendiri. Oh Malik, aku ingin mengatakan padamu
sesungguhnya aku benar-benar mendambakanmu sejak pertama kali berjumpa
denganmu, tapi apakah aku tega menghancurkan mimpi indahmu dan apakah kau suka
dengan hal ini semua. Barangkali benar mendoakan orang yang kita dambakan
itulah cara yang terbaik yang kulakuakn. Semoga engaku selalu bahagia dan sehat
disepanjang perjalanan hidupmu Duhai Malik.
“
Hei kenapa kau menangis” tanya Verra
“Oh
tidak apa-apa, hanya saja aku teringat dengan keluargaku” jawabku dengan senyum yang kubuat-buat.
“Ayo
dikerjakan bersama-bersama yang semangat ya jangan melamun terus mbaknya” sahut
Malik
“Ia
Mas Malik, Oke siap”
Sejak
kejadian itu, menyadarkan diriku bahwa jatuh cinta itu memang sakit, belum
tentu seorang yang selau kita pikirkan memikirkan kita juga. Aku akan berusaha
melupakan Malik meski aku tahu aku membutuhkan waktu yang lama untuk
melupakanya dan aku tidak bisa menjamin apakah aku sepenuhnya melupakanya.
Percayalah padaku Malik masih ada tengadah tanganku untukmu di setiap sujudku
pada pemilik bumi Tuhan ini yang agung nan indah.
No comments:
Post a Comment